Konflik: Bukan Sesuatu yang Layak Dibiarkan
![]() |
Penulis: Annisa Irawan |
Hidup selalu penuh dengan masalah,
selalu. Semakin tinggi nilai hidup seseorang, semakin tinggi pula masalah yang
didapatnya. Anak bayi atau anak kecil, jika kita flash back ke belakang ketika
masih menjadi anak kecil, yang di ingat pasti permasalahan lapar, larangan dari
orang tua seperti tidak boleh makan permen, tidak boleh nonton tv di bawah jam
9, belajar, dsb.
Memasuki remaja, permasalahan yang akan
dihadapi akan berbeda lagi. Remaja akan memulai permasalahan dengan lingungan
sosial, teman sepermainan, dengan guru di sekolah, dengan orang tua karena
ketahuan memulai hal hal yang tidak boleh dilakukan.
Dewasa, akan mendapatkan yang lebih
kompleks. Bukan hanya sekedar permasalahan dengan lingkungan dan makan, tapi
mulai memasuki permasalahan konflik pribadi terkait aturan moral benar baik
salah dan tidak baik.
Tapi apakah remaja dan dewasa akan
menangani konfliknya seperti ketika kecil ? Merajuk ibu, merayu ibu, atau
bermusuhan ? Atau mungkin pasrah dan menyerah ?
Tidak. Semakin dewasa manusia, semakin
banyak masalah yang dia hadapi, semakin berkembang pula kemampuannya untuk
memanejemen konflik. Manajemen Konflik merupakan proses pengaturan; menjamin
kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan pengorbanan
sekecil-kecilnya, atau dengan kata lain pengelolaan[1]. Manajemen konflik sama
saja memilah masalah mana yang harus didahulukan dan masalah mana yang bisa
belakangan diselesaikan. Bahkan bukan hanya dalam hal penyelesaiannya saja,
manajemen konflik juga terkait cara paling efektif dalam menyelesaikan suatu
konflik.
Manajemen konflik yang buruk adalah
ketika konflik tersebut tidak terselesaikan. Yang harus kita sadari, konflik
merupakan ujian untuk seorang manusia menjadi lebih baik. Konflik yang sama
akan terjadi kepada manusia yan tidak dapat menyelesaikan konfliknya. Meskipun
konflik tersebut hilang tanpa selesai (didiamkan), akan ada konflik yang sama
hadir dengan tingkat yang lebih sulit yang menuntut harus diselesaikan.
Manajemen konflik memiliki gaya-gaya dalam
penyelesaiannya[2],
menurut Thomas dan Kilmann terdapat lima jenis gaya manajemen konflik. Lima
jenis gaya tersebut adalah kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar, dan
mengakomodasi.
Kompetisi menyelesaikan suatu konflik dengan
menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Kolaborasi
menyelesaikan konflik dengan mencari alternatif untuk memenuhi harapan kedua
belah pihak yang terlibat konflik. Kompromi
akan menggunakan prinsip take and gift,
kedua belah pihak akan mencari alternatif titik tengah untuk memuaskan sebagian
keinginan mereka. Menghindar
merupakan gaya penyelesaian dengan menunda masalah, menjauhkan diri, atau
bahkan menarik diri dari masalah yang merasa mengancam dirinya. Dan mengakomodasi adalah mengabaikan
kepentingan diri sendiri dan berusaha memuaskan kepentingan lawan konfliknya.
kelima poin gaya memanajemen konflik di
atas dapat dilakukan untuk kondisi-kondisi tertentu. Gaya tersebut digunakan
dengan melihat kondisi yang sedang terjadi, dengan begitu kita belajar bagaimana
memanajemen konflik bukan hanya dari prioritas namun cara menyelesaikan.
Tapi yang terpenting dari penyelesaian
konflik adalah komunikasi. Komunikasi dari dua arah, dari pihak-pihak yang
berkonflik akan menentukan arah konflik tersebut bagaimana penyelesaiannya.
Penyelesaian konflik bukan hanya tentang yang menang atau yang menguntungkan,
pilihan untuk memisahkan sesuatu juga suatu penyelesaian dari suatu konflik.
Namun jika komunikasi tersebut tidak berjalan, maka konflik akan berujung merugikan
satu sama lain baik dari segi waktu maupun pikiran.
Konflik yang tidak segera diselesaikan
juga bukan hanya merugikan pihak-pihak yang berkonflik, namun juga merugikan
sekitarnya. Anggap saja di dalam suatu geng motor terdapat dua orang yang berkonflik, maka akan
ada perasaan tidak nyaman di dalam geng tersebut. Ada yang berusaha meghindar
karena tidak suka terlibat, ada yang mencoba mencari jalan tengah, ada yang
mencoba saling berkompetisi. Konflik yang tidak segera diselesaikan akan
mempengaruhi sekitar, yang terparah menghancurkan satu sama lain, menghancurkan
geng tersebut.
Lalu bagaimana menentukan prioritas di
dalam konflik ?
Hitung dampak yang akan terjadi karena
konflik tersebut. Dari keseluruhan konflik, mana yang paling berdampak dan mana
yang berdampak sangat sedikit. Mana konflik yang paling merugikan, mana konflik
yang tidak begitu merugikan. Jika sudah bisa menghitung hal tersebut, maka kta
sudah mampu menentukan konflik mana yang diprioritaskan untuk segera
diselesaikan.
Memanajemen konflik bukan hal yang
rumit, namun jika tidak terbiasa akan selalu terjebak dan merasa bahwa hidup
selalu dipenuhi dengan konflik. Memanajemen konflik juga dapat memanajemen
stress dalam diri sendiri, dapat mengatur emosi di dalam diri sendiri.
Jadi, sudahkan anda menyelesaikan
konflik hari ini ?
[1] M. Sastra Pradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum (surabaya: Usaha
Nasional, 1981) hlm 307
[2] Wirawan, Konflik dan manajemen konflik : teori, aplikasi dan
penelitian (Jakarta : salemba humanika, 2010) hlm 140
No comments: